OBROLAN POLITIS : "TINGGI GUNUNG SERIBU JANJI"
in
Masa pemilu adalah masa politisi memasang wajah simpatik, tebar pesona, memuji diri, menebar janji, dan bahkan menebar uang, lima tahun sekali. Ibarat gadis cantik, rakyat dihujani janji dari kiri-kanan, depan –belakang yang intinya, “pilihlah saya oR kami”.
Sesungguhnya pemilu adalah perjanjian politik antara rakyat atau pemilih dan partai politik atau kandidat. Yang tersirat dari perjanjian itu adalah,”saya memilih anda dengan catatan bila anda terpilih, anda harus bekerja keras memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat. Bila tidak sungguh-sungguh, 5jtahu yang akan datang tidak akan dipiih lagi.”
Dari kampanye pemilu yang lalu janji politik itu manis dan indah. Kenyataanya, sesudah terpilih politisi itu banyak yang hanya mengurus kepentingan sendiri atau kelompoknya. Rakyat yang memilih masih saja bergelut dengan masalahnya sendiri, seperti kemiskinan, pengangguran , dan kebodohan.
Tampknya rakyapun faham, janji itu ada bermacam-macam; ada janji amanah, janji suci, janji palsu, janji gombal, dan janji poliitik. Sebagian masyarakat sadar, janji politik tidak beda dengan lagunya Bob Tutupoli,”Tinggi Gunung Seribu Janji” yaitu, memang lidah tidak bertulang/tak terbatas kata-kata/tinggi gunung seribu janji/ lain di bibir lain di hati.
Janji politik tidak ada ikatan hukumnya, tidak ada daya paksa untuk ditepatinya. Tidak dapat dimungkiri, terhadap janji politik ini sebagian masyarakat menerimanya dengan sinis sebab terkadang berkonotasi jelek, dianggap janji yang tidak dapat dipercaya alias gombal. Mereka yang termakan janji itu tersalurkan aspirasinya. Ternyata mereka bertepuk sebelah tangan, sungguh menyakitkan, seperti yang dilukiskan oleh Titiek Puspa dalam lagu “Cinta”.
Mudahnya dia buat janji/semudah dia ingkari/alangkah kejamnya cinta/alangkah pedihnya, kejam oh…..kejam.
janji politik lebih kejam dari janji cinta. Awas, berhati-hatilah dengan politisi yang jatuh cinta. Bukan politisi kalau tidak pandai berjanji atau bersilat lidah, tidak pernah kehabisan kata, bahkan kadang mempesona, mungkin saat berjanji dia pun tidak yakin bisa melasanakan janji-janjiny. Atau karena terlau banyak berjanji dan lupa mana janji yang bener dan mana yang bohongnya.
Panggung kampanye adalah panggung politik. Memang kadang asyik menontonya , apalagi ada goyangan erotisnya. Mereka yang terpilpilih nantinya akan naik ke panggung resmi sebagai Wakil Rakyata. Di p anggung resmi inilah kita akan melihat bagaimana mereka memperjuangkan aspirasi rakyat. Ada yang berjuang beneran, ada pula yang bersandiwara berjuang.
Kerap terdengar cerita yang bermacam-macam dari panggung itu, dari perselingkuhan, korupsi, kemalasan, dan acrobat politik lain. Konon kalau kisah disana dibuka,sinetron, Teater, atau drama manapun kalah seru! Moga-moga ini hanya rumor saja!
Mungkin kita ingat lagunya Ahmad Albar dengan lirik dari sastrawan Taufik Ismail, berjudul “panggung sandiwara”
Dunia ini panggung sandiwara/c eritanya mudah berubah…………………………. Masalah yag dihadapi bangsa ini ke depan tak sederhana. Yang diharapkan bisa menjawab permasalahan itu adalah elite politik yang cerdas, berahklah baik, dan amanah, bukan yang tinggi gunung seribu janji, lain di bibir lain di hati.
By: Acil BIMBO
1 komentar:
politisi2 yg nampang tiap hari di pinggir jalan, koran, dan TV, bahkan internet itu smuanya BULSHIT..
pembohong..
penjilat..
penghianat rakyat..
Liat aJ nanti kLo mereka dAh duduk d kursi emPuk deWAn yG katanya terhormat itu..kaLian sMw, yG saat kampanye sangat dimanja2 bakaL ditendaNg sAmpe bokong kALian pegel minta aMpun..
Sejarah tLah membuktikan Meeeen..
Fuck foR theM aLL..!!
buuuuuuuLshittttt...
Mending GoLput..
kRn gOLput jG adLh sbuah piliHan..
PiliHan yG Lbih baik dRpd memilih anjing2 penjiLat uTk duduk d singgasana Rakyat...
Posting Komentar